Minggu, 05 Mei 2024
Mulai 8 Mei 2024 KPU Riau Terima Penyampaian Dukungan Calon Perseorangan | Sakit Hati Tak Beri Tahu Jual Tanah Orangtua, Adik Bacok Leher Abang Kandung dengan Parang | Genre Natuna Terbaik di Kepri, Wan Siswandi: Saya akan Terus Dukung Putra-putri Daerah Berprestasi | Jepang Juara Piala Asia U23 2024, Putus Rekor Uzbekistan | DPD PKS Pekanbaru Rekomendasikan DR Muhammad Ikhsan Balon Walikota ke DPP | KPU Riau Siap Mutakhirkan 4.854.034 DP4 untuk Pilkada 2024
 
Religi
Petuah Ramadhan DR H Ahmad Supardi
Membangun Peradaban Melalui Konsep Zakat

Religi - - Selasa, 02/04/2024 - 06:11:17 WIB

KETIKA Umar bin Abdul ‘Aziz diangkat menjadi Khalifah pada Dinasti Umayyah, Umar meng- ucapkan kalimat, “Innaa Lillaahi wa Innaa ilaihi Raji’uun. Kita datang dari Allah maka kepada-Nya kita pun berpulang!”

“Demi Allah!” kata Umar lebih jauh, “sungguh aku tidak meminta urusan ini sedikit pun, baik dengan sembunyi-sembunyi maupun dengan terang-terangan.” Umar pun menangis sesung- gukan kemudian kembali berkata:

“Aku termenung dan terpaku memikirkan nasib para fa- kir miskin yang kelaparan, nasib orang sakit yang tidak mendapati obat, nasib orang yang tidak mampu membeli pakaian, nasib orang yang dizalimi, nasib mereka yang mempunyai keluarga yang ramai dan hanya memiliki sedikit harta, nasib orang tua yang tidak berdaya, nasib orang-orang yang menderita di pelosok negeri ini, dan berbagai penderitaan lainnya.”

Konsep Umar Bin Abdul Aziz untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh rakyatnya tersebut adalah dengan menerapkan zakat secara tepat dan cermat. Zakat dibagikan kepada golongan yang benar-benar riil membutuhkan.

Bila tidak ada go- longan yang berhak mendapatkannya maka fungsi zakat dialihkan ke baitul mal untuk digunakan demi kebutuhan masyarakat luas. Tindakan ini mengikuti ijtihad kakeknya, Umar ibnu Khattab di masa beliau sebagai khalifah.

Pengembangan Hukum Zakat

Untuk memulai tanggung jawabnya mensejah- terakan rakyatnya ini, Umar menerapkan konsepsi zakat sebagai konsep utama dalam pengentasan kemiskinan dan mensejahterakan rakyat. Umar mulai mengumpulkan zakat dari dirinya, keluarganya dan para pejabat pemerintahannya.

Untuk maksud ini, Umar menerapkan tiga kewajiban zakat, yaitu dari upah (al-Umalat). Upah adalah sesuatu yang diterima oleh seseorang karena kerjanya, seperti gaji pegawai dan karyawan pada masa sekarang. 

Dari harta sitaan (al-mazhalim)

Harta sitaan adalah harta benda yang disita oleh penguasa karena tindakan tidak benar pada masa-masa yang telah silam dan pemiliknya menganggapnya sudah hilang atau tidak ada lagi. Maka bila barang terse- but dikembalikan kepada pemiliknya merupakan penghasilan baru bagi pemiliknya itu.

Dari harta pemberian (u‘tiyaat). Pemberian adalah harta, seperti honorarium atau biaya hidup yang dikeluarkan oleh baitul mal untuk tentara Is- lam dan orang-orang yang berada di bawah ke- kuasaannya. Tidak hanya itu, Umar bahkan menarik zakat dari hadiah-hadiah atau bea-bea yang diberi- kan kepada para duta, baik sebagai pemberian, tips, atau kado.

Apa yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz ini, menunjukkan bahwa ia telah mengembangkan hukum zakat dari apa yang pernah diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW, Khulafaurrasyidin, dan khalifah sesudahnya.

Campur Tangan Pemerintah

Untuk dapat mewujudkan perintah Allah memungut zakat dari umat Islam yang hartanya telah memenuhi nishab dan haul, sebagaimana disebutkan pada firman Allah : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (Qs. 9: 103), maka diperlukan campur tangan pemerintah, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muham- mad SAW dengan mengutus Abu Musa al-Asy’ari dan Mu’adz bin Jabal untuk memungut, mengelola, dan menyalurkan zakat kepada yang berhak me- nerimanya.

Perintah dalam ayat tersebut di atas, hanya akan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, berdaya guna, dan berhasil guna, jika hal itu dilaksanakan oleh pemerintah, sebab pemerintah memiliki legitimasi dari rakyat, memiliki kekuasaan, ke- kuatan, dan bahkan memiliki hak memaksa bagi rakyatnya, untuk melaksanakan kemaslahatan umat.

Teknis pelaksanaannya dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti membentuk lem- baga Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) seperti sekarang ini, pembentukan lembaga BAZNAS ini nampaknya tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, sebab lembaga ini adalah macan ompong yang tidak mempunyai kewenangan memaksa, sebagaimana dimaksud pada ayat tersebut di atas.

Pemerintah sebaiknya membentuk Dinas Pendapatan Zakat sebagaimana halnya Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pelayanan Zakat sebagaimana halnya Kantor Pelayanan Pajak, sehingga pengelola zakat ini memiliki kewenangan menghitung kekayaan muzakki dan menetapkan besaran kewajiban zakatnya.

Puncak Peradaban Zakat

Puncak peradaban zakat terjadi pada masa Umar Bin Abdul Aziz. Hal ini dibuktikan dari sulitnya mencari mustahiq (Orang yang berhak menerima) zakat sebab mereka-mereka itu telah berubah menjadi muzakki (orang yang wajib membayar zakat).

Keberhasilannya dalam pengelolaan zakat ini menjadi salah satu penyebab pentasbihannya sebagai Khulafaurrasyidin kelima oleh dua ulama besar, yaitu Imam Syafi’i dan Imam Ats-Tsaury. Keduanya menyatakan,

“Khalifah sejati itu ada lima yaitu Abu Bakar Ash-shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan Umar bin Abdul Aziz.
Umar bin Abdul Aziz memiliki kepedulian luar biasa terhadap persoalan zakat.

Sebab, melalui zakatlah pengelolaan negara dapt dilakukan dengan baik. Negara tanpa penghasilan yang pasti akan goyah Maka Umar memerintahkan dengan tegas agar pengumpulan zakat dari orang Islam yang kaya tidak hanya dipandang sebagai aturan Ilahi, tetapi dipandang sebagai aturan hak orang miskin atas orang kaya.

Umar berkata, “Allah swt menentukan zakat dan menetapkan penerimanya. Jadi zakat, harus dikumpulkan dan dibagikan sebagaimana ditegaskan dalam Alqur’an dan al-Hadits.

Ibnu Sa‘ad dalam karyanya, ath-Thabaqat al-Kubra, menuturkan kesaksian Muhajir bin Yazid, pegawai zakat di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (wafat 101 H), seperti berikut, “Kami diangkat sebagai pegawai zakat oleh Umar bin Abdul Aziz.

Kami pun membagikan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Akan tetapi, pada tahun berikutnya kami justru memungut zakat dari orang-orang itu.” Ini menunjukkan keberhasilan zakat, dimana zakat dapat merubah orang dari orang miskin menjadi orang kaya.

Penyaluran zakat dapat merubah kemis- kinan menjadi kekayaan, bukan justru memper- tahankan kemiskinan itu sendiri.

Perubahan yang sangat drastis dan singkat itu tampaknya menjadi fenomena umum di masa Umar bin Abdul Aziz. Zakat dan perangkat ekonomi lainnya berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin sehingga tidak ada lagi orang yang mau menerimanya.

Akhirnya, zakat hanya dapat diberikan kepada hamba sahaya untuk mendapatkan kemerdekaannya, sebab hanya kelompok inilah yang berada di bawah garis kemiskinan.

Mungkinkah Sejarah Berulang Kembali

Keberhasilan Umar bin Abdul Aziz adalah sebuah fakta sejarah sekaligus model yang dapat diwujudkan kembali di masa kini. Zakat dapat berfungsi secara efektif untuk mengatasi masalah kemiskinan, selama mekanisme pemungutan dan distribusinya dilakukan dengan benar. Serta didukung oleh perangkat-perangkat lain yang menunjangnya.

Terkait dalam hal ini adalah komitmen, kemauan atau political will dari pimpinan pemerintahan. Jika pimpinannya mempunyai komitmen dan kemauan dalam mengelola zakat, maka insya Allah peranan zakat dalam mengentaskan kemiskinan dan kebo- dohan pasti dapat diwujudkan.
Satu pertanyaan penting yang dapat diajukan.

“Mungkinkah pengelolaan zakat seperti pada masa Umar bin Abdul Aziz dapat diwujudnyatakan di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini”?

Saya ingin katakan bahwa hal itu sangat mungkin terjadi, sebab semua ajaran Islam termasuk zakat adalah bersifat universal dan dapat diterapkan di semua tempat, ruang dan waktu. Hanya saja diperlkan kerja keras, pikiran cerdas, tindakan tegas, dan perubahan mentalitas dari seluruh komponen bangsa, yang dimulai dengan sikap keteladanan dari para pimpinannya.

Mentalitas priyai dan penguasa yang hanya mau berpikir untuk dilayani bukan melayani, sudah harus dtinggalkan jika ingin mewujudkan tipe kepemim- pinan Umar bin Abdul Aziz di zaman kini.

Saya tadi mengatakan bahwa hal ini tidak sulit diwujudkan kalau kita mau. Problem terbesar kita, seperti saya katakan di atas, pada mentalitas kita. Terlalu lama kita menikmati hidup sebagai priyai yang lebih suka dilayani daripada melayani. Sementara Umar bin Abdul Aziz adalah tipe pemimpin yang hadir untuk “melayani” rakyatnya.

Ketika seluruh harta benda keluarga besar bani Umayyah diambil bukan karena haknya di masa sebelum beliau, ia memerintahkan agar harta tersebut dikembalikan kepada negara untuk diberikan kepada rakyat yang lebih berhak.

Apa yang terjadi kemudian? keluarganya menangis dan meminta agar apa yang mereka dapatkan itu biarlah menjadi hak mereka dan jangan ditarik kembali. Tetapi Umar bin Abdul Aziz tetap pada pendiriannya. Sungguhpun di belakang hari dia harus membayar mahal dengan mengongor- bankan nyawanya sendiri.

Karena, sebagaimana tere kam dalam sejarah bahwa beliau mati diracuni oleh anggota keluarganya sendiri yang tidak puas dengan kebijakan politiknya yang lebih berpihak kepada rakyat ketimbang pada keluarganya.

Rasa-rasanya, di zaman kini kita tidak mampu lagi melahirkan seorang pemimpin Islam dengan kualitas seagung itu. Meskipun usia pemerintahannya, diukur dari sebuah dinasti, sangat pendek, konon hanya kurang lebih dua tahun, tetapi apa yang dilakukan tokoh besar ini dalam waktu yang pendek itu, dicatat dengan tinta emas dalam sejarah para pemimpin dunia.

Maka tidak heran jika Mikail Hart meletak- kannya sebagai salah satu dari seratus tokoh dunia yang mampu memengaruhi jalannya sejarah. Umar bin Abdul Aziz mengubah dunia melalui ikhtiar pengelolaan zakat. Itulah fakta sejarahnya. Wallahu a’lam. ***

_______
Penulis: Dr. H. Ahmad Supardi Hasibuan, M.A.
(Kepala Biro AUAK IAIN Metro)







 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved