Selasa, 14 Mei 2024
Kapolda Riau Lepas Bantuan 3 Truk Sembako untuk Korban Banjir Bandang Sumbar | Mayat Tanpa Identitas Ditemukan di Kuansing Riau, Diduga Korban Galodo Sumbar | Kajati Riau Terima Kunjungan Tim Komisi Kejaksaa RI, Ini yang Dibahas | Hadiri MCP KPK, Bupati Natuna Minta Seluruh OPD Hati-hati Kelola Anggaran Daerah | Dukung Kejagung Tuntaskan Penanganan Korupsi Tambang Timah, Komjak Tinjau Lokasi Tambang | Jamaah Haji Riau Berangkat ke Arab Saudi, 13 Jemaah Kloter BTH-03 Berkursi Roda
 
Religi
Petuah Ramadhan DR H Ahmad Supardi
Hikmah di Balik Ibadah Puasa

Religi - - Sabtu, 16/03/2024 - 10:30:16 WIB

MANUSIA sebagai makhluk tertinggi dan terbaik hasil ciptaan Allah SWT, bukan tanpa tugas dan tanggungjawab.

Tetapi di pundak manusia itulah diberikian tugas utama dari Sang Khaliq untuk mengenal dan menyembah-Nya, menunaikan hak rububiyah dan uluhiyahnya.

Inilah sesungguhnya tugas utama dari seorang manusia, dengan predikat tertingginya itu. Hal ini sesuai dengan Firman Al- lah SWT dalam Alqur’an:

Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya beribadah kepada-Ku. (Qs. Adz-Dzariyat: 56).

Oleh karena itu, maka di dalam Rukun Islam, berupa mengucapkan syahadat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menjalankan shaum (puasa) di bulan Ramadhan, dan pergi haji ke Baitullah, merupakan perwujudan dari penghambaan kepada Allah SWT yang tak boleh dilalaikan dan apalagi ditinggalkan.

Terlebih-lebih kelima hal ini adalah Rukun utama daripada agama Islam itu sendiri. Melaksanakan kelima hal ini berarti telah ikut mem- bangun fondasi utama agama Islam.

Sebaliknya, meninggalkan kelima hal ini, berarti telah ber- partisipasi aktif menghancurkan sendi-sendi utama daripada agama Islam itu sendiri.

Ibadah Puasa Ramadhan, termasuk di dalam- nya ibadah puasa lainnya, merupakan aktivitas fisik (amal badaniy) karena yang melaksanakan aktivitas itu sendiri adalah fisik, dengan tidak memberinya makan, minum, dan melakukan hubungan seksual di siang hari bulan Ramadhan.

Ibadah puasa ini juga merupakan aktivitas jiwa (amal nafsy). Sebab jiwa memiliki hubungan langsung dengan puasa. Selanjutnya, ibadah puasa adalah aktivitas positif (amal ijabiy) yang telah menjadi kewajiban bagi seluruh umat manusia, baik bagi umat Nabi Muhammad SAW maupun bagi umat- umat sebelumnya.

Penegasan al-Qur;an tentang kewajiban puasa sudah diwajibkan oleh umat sebe- lumnya, memberikan efek moral bahwa ibadah puasa merupakan ibadah umat manusia tanpa melihat latar belakang agama.

Maka tak heran jika kita menyaksikan kewajiban melaksanakan ibadah puasa ada juga pada umat Yahudi, Nasrani, Hindu, Budha, Konghucu, dan lain-lain.

Puasa sebagaimana disebutkan dalam fiqh-fiqh Islam adalah aktivitas menahan dan mencegah diri secara sadar dari makan, minum, melakukan hubungan antara suami dengan istri di siang hari bulan Ramadhan.

Kemudian hal-hal lainnya yang membatalkan dan atau merusak nilai, pahala dan keutamaan ibadah puasa itu sendiri, sejak terbit fajar, hingga terbenam matahari, dengan niat memenuhi perintah dan mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT.

 Hal ini sesuai dengan Firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu ber- puasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Qs. Al-Baqarah :183).

Hikmah-hikmahnya

Semua ajaran agama Islam yang ditetapkan dan atau diwajibkan bagi umat Islam, mengandung hikmah yang luar biasa, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.

Hikmah tersebut ada yang diketahui melalui pemberitahuan langsung dari Allah SWT melalui firman-Nya dan adapula yang diketahui melalui pengkajian yang mendalam atas ajaran agama Islam tersebut.

Selain itu, ada hikmah yang diketahui oleh umat manusia dan ada hikmah yang tidak diketahui oleh umat manusia, karena keter- batasan ilmu pengtahuan yang dimilikinya. Adapun hikmah puasa adalah:

Pertama, Tazkiyatun An-Nafs (Pembersih Jiwa). Salah satu hikmah terpenting dari ibadah puasa dan termasuk di dalamnya melaksanakan ibadah-ibadah yang lainnya, apakah dengan mematuhi perintahNya maupun dengan menjauhi larangannya, adalah membersihkan jiwa dari sifat-sifat negative yang dapat merusak diri seseorang.

Sebagaimana diketahui bahwa sumber penyakit terbesar adalah jiwa. Jika jiwanya sehat maka dia akan sehat. Sebaliknya, jika jiwanya sakit maka dia akan sehat.

Wa inna fiy l-jasadi mudlhgatan idzâ shalahat shalaha l-jasadu kulluhu, fasadat fasada l-jasadu kulluhu alâ wahiya: al-qalbu.

Sesungguhnya dalam diri manusia terdapat segunpal daging, jika ia baik maka menjadi baiklah seluruh jasadnya, dan apabila ia rusak maka menjadi rusaklah seluruh jasadnya dan ingatlah bahwa itu adalah Qalbu (jiwa).” (HR. Bukhari).

Kedua, puasa dapat menyehatkan badan bagi yang melaksanakannya, sebab dengan berpuasa maka mesin perut istirahat dari memproses ma- kanan yang masuk dalam tubuh, sehingga terjadi pembaharuan dalam tubuh.

Perut adalah salah satu sumber penyakit, sebab semua makanan masuk dalam perut, diolah dalam perut dan didistribusikan dari perut ke seluruh tubuh.

Perut bekerja sepanjang hari dan bahkan siang malam, untuk itu, maka perut perlu beristirahat, sehingga menimbulkan stimulant ataupun kekuatan baru, khususnya dalam mengolah makanan. Hal inilah yang dimak- sudkan dalam penegasan Rasulullah saw bahwa: “Shûmû tashûmû!” (Puasalah kamu supaya kamu menjadi sehat!).


Ketiga, puasa merupakan tarbiyah (pendidikan) bagi Iradah (kemauan). Dalam ibadah puasa, unsur pendidikan sangat erat dan bahkan melekat di dalamnya, sebab puasa mendidik jiwa untuk melakukan jihad dalam rangka melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT.

Selain itu, puasa adalah pembiasaan dan latihan kesabaran khusus- nya kesabaran diri dalam mengendalikan hawa nafsu dari keinginan dan kemewahan duniawi.

Satu hal lagi yang cukup penting adalah, ternyata ibadah puasa sebagai bentuk pemberontakan kepada hal- hal yang telah melekat dan mentradisi selama ini, khususnya dimulai dari makananm minuman, dan hubungan seksual.

Keempat, puasa berpengaruh dalam hal mematahkan gelora syahwat dan mengangkat tinggi- tinggi nalurinya, sehingga dengan puasa dapat menurunkan dorongan syahwat kepada lawan jenis.

Perlu diketahui bahwa sesungguhnya pepe- rangan terbesar bukanlah melawan orang lain, tetapi adalah melawan diri sendiri, dengan tentara utama- nya adalah nafsu.

Nafsu sangat dibutuhkan oleh umat manusia, karena akan memberikan dorongan dan kekuatan untuk dapat melaksanakan berbagai kebaikan. Namun demikian, jika nafsu tak dapat dikontrol, maka nafsu akan menjerumuskan manusia ke lembah kenistaan, sehingga menurunkan derajatnya ke derajat yang paling rendah.

Hal inilah yang dimaksudkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya: Kita kembali dari peperangan kecil (jihad al-ashghar, Perang Badar) menuju peperangan besar (jihad al-akbar), yaitu perang melawan hawa nafsu (keinginan diri).

Kelima, menajamkan perasaan sekaligus mensyukuri atas berbagai nikmat yang dianugerahkan Allah SWT, sebagai akibat dari kesadaran yang mendalam bahwa sesungguhnya telah banyak nikmat yang dianugerahkanNya kepada umat manusia, sehingga manusia terpanggil untuk mensyu- kurinya, dengan melaksanakan berbagai perintahNya, termasuklah melaksanakan ibadah puasa.

Keenam, hikmah ijtima’iah (Hikmah Sosial), sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qayyim al- Jauziyah, bahwa ibadah puasa dapat mengingatkan umat manusia akan laparnya orang miskin.

Orang berpuasa secara otomatis akan merasakan penderi- taan orang miskin, yang terkadang sehari makan dan sehari tidak. Sehingga bukan hanya lahir simpati dari orang kaya kepada orang miskin, tetapi lebih dari itu, akan lahir empati, yakni ikut merasakan apa yang dirasakan oleh fakir miskin.

Dengan perasaan empati itu, maka timbul rasa kasih sayang, saling tolong menolong antar sesama saudara se- iman dan seagama.

Ketujuh, ibadah puasa dapat mempersiapkan seseorang menuju derajat paling tinggi yakni men- jadi insan yang bertakwa (mutaqqin), sebuah derajat tertinggi  dicapai  manusia  setelah  dia  bergulat dalam kehidupan sosial tanpa terperosok ke dalam gubangan lumpur duniawi yang penuh dengan noda dan dosa.

Dia beribadah semata-mata hendak mendapatkan ridla Allah. Ibadah puasa Ramadhan, disebutkan Allah SWT dalam salah satu firman-Nya antara lain sebagai “jalan lurus untuk meraih derajat taqwa. Firman itu, sebagaimana acap diulang-ualng oleh para khatib di mimbar-mimbar bahwa:

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang-orang yang bertakwa (Qs. Al-Baqarah: 183).

Konsep takwa dalam Islam amatlah luas. Tetapi salah satu yang dapat dengan mudah terbaca dalam perilaku keseharian manusia adalah dia hadir di tengah-tengah hiruk pikuk dunia tanpa terpengaruh olehnya.

Dia kaya tetapi kekayaannya tidak mem- belenggunya. Dia berada tetapi keberadaannya tidak membuatnya tinggi hati. Dia berilmu tetapi keilmuannya tidak membuat dia merasa jumawa. Dia hebat tetapi kehebatannya tidak membuat dia gelap mata.

Pendek kata, orang takwa itu tidak ter- ikat oleh kembang rumbai duniawi. Orang bertakwa mampu mengambil jarak dari apa yang dimilikinya. Dia memang memiliki sesuatu tetapi dia tidak merasa memilikinya. Dia bisa dengan santai naik mobil tetapi juga tidak canggung naik angkot.

Dia bisa dengan gampang duduk bersama orang-orang besar tetapi juga dengan ringan duduk bersama or- ang-orang kecil. Dia gemar makan di restoran mewah tetapi juga tak alergi makan di warung tegal (warteg). Inilah orang takwa. Orang taqwa mampu membebaskan diri belenggu materi.

Sebab, orang takwa tahu dengan pasti bahwa hakikat kepemilikan bukan ada pada manusia tetapi ada pada Allah. Manusia hanya memeroleh titipan untuk digunakan sebagai sarana berbakti kepada Allah.

Maka Ali bin Abi Thalib benar ketika mengatakan, “Orang zuhud itu bukanlah orang yang tidak memiliki sesuatu, melainkan orang yang me- miliki sesuatu tetapi dia tidak merasa memilikinya.

”Begitulah kira-kira pribadi orang bertakwa itu. Se- bab, taqwa itu dicapai setelah orang melewati pintu- pintu seperti: syukur,sabar, ikhlash, istiqamah, zuhud, wara, tawadldlu, tawakkal, hingga ma’rifat. Wallahu a’lam. ***

Penulis: DR H Ahmad Supardi Hasibuan, MA
(Kepala Biro AUAK IAIN Metro)






 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved