Minggu, 28 April 2024
Mandi di Sungai Desa Kualu Nenas, Bocah 9 Tahun Tenggelam dan Ditemukan Meninggal | HUT ke-78 TNI AU, Ribuan Warga Antusias Saksikan Berbagai Atraksi di Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbar | Pekanbaru Raih Juara Umum MTQ XLII tahun 2024 Tingkat Provinsi Riau di Dumai | Pelaku Pembunuhan Wanita Tanpa Busana di Kampar Ditangkap, Ini Motifnya | 1.500 CJH Riau Ikuti Launching Senam Haji dan Launching Batik Haji | Sambut Tokoh-tokoh Kampar di Pekanbaru, Pj Bupati Dukung Bagholek Godang Masyarakat Kampar
 
Hukrim
Sidang Bupati Non Aktif Meranti, M Adil Pakai Istilah "Bendera Putih" Bagi Pejabat tak Setor Duit

Hukrim - - Rabu, 04/10/2023 - 23:23:41 WIB

SULUHRIAU, Pekanbaru- Fakta baru terungkap dalam persidangan dugaan korupsi dengan terdakwa Bupati Kepulauan Meranti nonaktif, M Adil, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (4/10/2023).

Ada istilah "bendera putih" bagi kepala organisasi perangkat daerah (OPD) yang tidak mengikuti perintah bupati.

Istilah ini disampaikan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kepulauan Meranti, Marwan. Ia menyebut, pada Desember 2021, dipanggil M Adil untuk diberi jabatan sebagai Plt Kadisperindag. Seiring waktu, pada Juli 2022, sampai jadi pejabat defenitif.

Saat dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), soal adanya pemotongan 10 persen dari Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang (UP) oleh Mi Adil, saksi Marwan tak menampiknya. Ia mengaku mengetahui adanya pemotongan dari Sekretaris Daerah (Sekda) Kepulauan Meranti, Bambang Supriyanto.

"Apa penyampaiannya?," tanya JPU Budiman Abdul Karib.

"2022 awal (penyampaiannya)," ujar Marwan di hadapan majelis hakim yang diketuai M Arif Nruhayat.

Pada pertengahan 2022, Marwan dipanggil Fitria Nengsih, selaku Kepala BPKAD Kepulauan Meranti. Menurut Marwan, ketika itu ada peleburan OPD sehingga, ia mendapat 2 kali UP.

"Ketika itu Fitria Nengsih menyebut bahwa ke depan tetap akan ada pemotongan 10 persen, sebagaimana perintah Muhammad Adil. "Bang nanti ke depannya dipotong ya," kata Marwan mengulangi kata Fitria Nengsih.

Marwan menjelaskan, akhirnya menyerahkan uang 3 kali di tahun 2022, yakni pada Maret, Mei dan Juli kepada Dahlia selaku Bendahara BPKAD Kepulauan Meranti.

Marwan menjelaskan, setiap Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) terbit, Fitria Nengsih menelfonnya. Fitria Nengsih memberi kabar bahwa surat itu sudah ditandatangani.

Dua hari kemudian Fitria Nengsih kembali menelpon Marwan menanyakan kenapa uang belum disetorkan. "Setelah 2 hari ditelepon lagi, uang sudah cair kok belum diserahkan. Saya serahkan sendiri karena dekat kantor," tutur Marwan.

Marwan juga pernah tidak menyetor sampai 10 persen besarannya dan diprotes Fitria Nengsih. Hal iti dilakukan karena banyak kebutuhan kantor yang harus dipenuhi.

"Bang ini kok tidak sampai 10 persen kata Bu Neng (Fitria Nengsih). Saya jawab karena tidak mungkin dipotong listrik, WiFi, honor, dan pajak. Dia ancam lapor bapak (Bupati). Saya bilang silakan kalau perlu sama-sama kita menghadap," jelas Marwan.

Dipaparkan Marwan, pada tahun 2023, ia kembali menyerahkan uang sebesar total Rp50 juta. Selain pencairan UP sebesar 10 persen, uang ini juga bagian dari iuran pembelian minuman kaleng untuk Lebaran. "25 juta UP GU dan uang kaleng (beli minuman kaleng) 25 juta," jelas Marwan.

JPU mempertanyakan mengapa Marwan menyerahkan uang tersebut.

"Perintah Pak Bupati. Bupati mengancam akan memberikan sanksi kepada siapa saja yang tidak mau menuruti perintahnya," sebutnya.

Menurut Marwan, dirinya beberapa kali mendengar ancaman itu, setiap ke rumah dinas.

"Kalau ke rumah Pak Bupati selalu disampaikan. Kalau tidak mau ikut, silakan angkat bendera putih, saya nonjob kan, saya pindahkan," kata Marwan meniru ancaman M Adil.

Hal itu juga disampaikan Plt Sekwan DPRD, M Khadafi. Ia menyerahkan uang ke Fitria Nengsih karena ada perintah dari bupati.

"Ada beberapa waktu dipanggil ke rumah dinas, terus disampaikan segala sesuatu ke Buk Fitria Nengsih," ulang Khadafi mengingat pembicaraannya dengan M Adil.

"Kenapa mau penuhi?" tanya JPU.
"Karena saya berada dalam tekanan Pencairan dana selanjutnya dipersulit, dinonjobkan, atau dipindah ke kecamatan terjauh," ungkap Khadafi.

Untuk diketahui, JPU mendakwa M Adil dengan 3 dakwaan tindak pidana korupsi. Perbuatan itu
dilakukan bersama-sama Fitria Nengsih selaku Kepala BPKAD Kepulauan Meanti dan dan auditor
BPK perwakilan Riau, M Fahmi Aressa.

Dakwaan pertama tetang pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran Uang Persedian (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada kepala OPD di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti. Total yang diterima terdakwa sebesar Rp17.280.222.003,8.

Dakwaan kedua, M Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmainnah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp 750 juta. PT TMT
merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jemaah umrah program Pemkab Kepulauan Meranti.

Dakwaan ketiga, M Adil dan Fitria Nengsih pada Januari hingga April 2023, memberikan suap kepada auditor BPK perwakilan Riau, M Fahmi Aressa sebedar Rp1 miliar. Uang itu untuk pengondisian penilaian laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti agar mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Atas perbuatannya itu, JPU menjerat M Adil dengan pasal berlapis. Yakni dakwaan pertama diancam pidana Pasal 12 huruf 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dakwaan kedua, diancam pidana dengan Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.

Dan atau, Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.

Dakwaan ketiga, diancam pidana Pasal 5 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 junctho Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dan atau kedua, diancam pidana Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 junctho Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junctho Pasal 64 ayat (1) KUHP. (cakaplah)





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved