Minggu, 05 Mei 2024
Sakit Hati Tak Beri Tahu Jual Tanah Orangtua, Adik Bacok Leher Abang Kandung dengan Parang | Genre Natuna Terbaik di Kepri, Wan Siswandi: Saya akan Terus Dukung Putra-putri Daerah Berprestasi | Jepang Juara Piala Asia U23 2024, Putus Rekor Uzbekistan | DPD PKS Pekanbaru Rekomendasikan DR Muhammad Ikhsan Balon Walikota ke DPP | KPU Riau Siap Mutakhirkan 4.854.034 DP4 untuk Pilkada 2024 | Keji, Suami Pelaku Mutilasi Istri Sempat Tawarkan Daging Korban ke Ketua RT
 
Sosial Budaya
Eks Komisioner KASN Ungkap Jual Beli Jabatan Rp120 Triliun

Sosial Budaya - - Rabu, 01/09/2021 - 19:56:33 WIB

SULUHRIAU- Mantan Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Efendi menyebut praktik jual beli jabatan selama lima tahun mencapai Rp120 triliun.

Sofian menyebut angka itu terakumulasi selama dirinya menjadi salah satu komisioner KASN pada periode 2014-2019.

Dengan jumlah itu, ia menghitung rata-rata total nilai jual beli jabatan di lingkungan kepala daerah setiap tahun mencapai sekitar Rp24 triliun.

"Itu Rp120 triliun yang terakhir waktu saya di sana tahun 2019. Nah, ini, jelas saya kira sekarang ini sudah melebihi angka tahun 2019 itu," kata Sofian dilansir CNNIndonesia.com, Rabu (1/9/2021).

Dia menjelaskan angka itu dihitung berdasarkan data yang terungkap lewat hasil penangkapan oleh aparat, termasuk di antaranya kasus yang ditangani KPK.

Sofian menyebut Rp120 triliun tersebut berasal dari 200 kasus jual beli jabatan yang telah terungkap.

Sidang Perdana, Eks Bupati Nganjuk Didakwa Jual Beli Jabatan Menurut dia, tingginya nilai praktik jual beli jabatan di lingkungan pemerintahan karena ongkos politik yang terlalu besar.

Sofian mencontohkan, saat ini rata-rata ongkos yang dikeluarkan untuk menjadi bupati antara Rp50-100 miliar dan berbeda di setiap daerah.

"Karena mahalnya biaya politik. High cost politic itu. Itu yang menjadi penyebab utama," kata Sofian.

Selain itu, ia turut menyoroti UU Nomor 5 Tahun 2014, yang memberi kewenangan pada kepala daerah dalam mengangkat dan memberhentikan ASN.

Padahal menurutnya di beberapa negara, kepala daerah tak memiliki kewenangan tersebut. Kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan suatu jabatan ada pada sekretaris atau sekjen.

"Itulah yang diberi kewenangan sebagai pejabat pembina kepegawaian. Bukan menteri, bukan, bukan bupati," katanya.

Praktik jual beli jabatan kembali menjadi sorotan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar operasi tangkap tangan terhadap Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari. Dia diduga terlibat praktik jual beli jabatan Pj Kades.

Selain bupati Probolinggo, mantan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat juga didakwa perkara jual beli jabatan dalam seleksi pengisian perangkat desa. (CNNIndonesia.com)





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved