Selasa, 07 Mei 2024
PWI Riau Terima Surat Dukungan Resmi untuk HPN 2025 dari Pemprov Riau | Sat Lantas Polres Kampar Bersama ISDC Polda Riau Gelar Giat Police Goes To School di SMAN 1 Tambang | Peduli Palestina, Ribuan Mahasiswa dan Civitas Akademika Umri Gelar Aksi Unjuk Rasa | Tinjau Pembangunan Tribun Mini Lapangan Sri Serindit, Bupati: Ini Saksi Sejarah Kota Ranai | Transaksi Bazar UMKM BBI/BBWI Riau 2024 Catatkan Rp3,08 Miliar | Bawaslu Riau Serahkan Berkas Keterangan dan Alat Bukti ke MK untuk Hadapi Sidang PHPU
 
Nasional
Hari Kebangkitan Nasional dan Simbol Persatuan Bangsa

Nasional - Editor: Jandri - Sabtu, 20/05/2017 - 12:28:38 WIB

SULUHRIAU- Hari ini, tanggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Tanggal tersebut mengambil dari kelahiran organisasi Budi Utomo (Boedi Oetomo).

Budi Utomo didirikan oleh para pelajar di School Tot Opleiding Van Inlands Artsen (STOVIA) di tahun 1908. Empat puluh tahun kemudian atau pada 1948 barulah Presiden Sukarno menetapkan 20 Mei sebagai hari bangkitnya nasionalisme.

Latar belakang penetapan hari yang kini dikenal sebagai Kebangkitan Nasional adalah pada awal kemerdekaan, Republik Indonesia membutuhkan pemersatu. Bung Karno menilai bahwa kelahiran Budi Utomo merupakan simbol yang tepat untuk menggambarkan bagaimana bangsa Indonesia mulai bangkit untuk melawan penjajahan.

"Bung Karno mencari jejak sejarah yang bisa menjelaskan asal usulnya gerakan Bangsa Indonesia. Budi Utomo jelas masih bersifat kedaerahan awalnya, tetapi yang membedakan dengan organiasi lainnya saat itu adalah unsur modernitasnya. Bagaimana ada mekanisme pemilihan ketua dalam organisasi," kata sejarawan yang juga Dirjen Kebudayaan Kemdikbud, Hilmar Farid seperti dilansir dari detikcom.

Pada tahun 1948 terjadi dinamika sosial politik di Indonesia. Belanda kembali dengan membonceng sekutu dan sempat melancarkan agresi militer yang pertama pada tahun 1947.

Pada Desember 1947 kemudian diadakan perjanjian di atas kapal USS Renville terkait batasan wilayah Indonesia dan Belanda. Akibat perjanjian itu, wilayah Indonesia jadi sebatas sebagian Pulau Jawa dan Sumatera.

Ibukota pemerintahan pun dipindahkan ke Yogyakarta kemudian. Tak lama setelah itu muncul oposisi pemerintah yang digawangi oleh Amir Sjarifuddin. Organisasi oposisi itu adalah Front Demokrasi Rakyat yang merupakan gabungan organisasi 'Sayap Kiri'.

Di bidang ekonomi, terjadi krisis yang salah satunya disebabkan oleh kurangnya pasokan beras. Untuk itu Bung Karno membutuhkan sebuah simbol yang jadi momentum mempersatukan bangsa. [*]





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved