Jum'at, 26 April 2024
Polisi Gerebek Bandar Narkoba Kampung Dalam, Ada yang Mencebur ke Sungai dan Satu Orang Diamankan | Ketua LPTQ: Pekanbaru Berpeluang Besar Raih Juara Umum di MTQ ke-42 Tingkat Provinsi Riau | Tak Kantongi Izin, Disperindag Pekanbaru Segel Dua Gudang di Komplek Pergudangan Avian | laku Pencabul Bocah Hingga Hamil dan Melahirkan Ditangkap Polsek Siak Hulu | Lagi, Satnarkoba Polres Kampar Tangkap Pelaku Narkoba di Kebun Sawit Desa Kualu | KPU Provinsi Riau Buka Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubri-Wagubri 2024
 
Nasional
Jimly: Pemerintah dan DPR Tak Boleh Lagi Sembarangan Buat UU

Nasional - - Kamis, 02/12/2021 - 06:13:19 WIB

SULUHRIAU- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan putusan uji formil Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja harus menjadi pelajaran bagi pemerintah dan DPR.

Jimly menyebut kedua lembaga itu tak boleh lagi sembarangan membuat undang-undang (UU).

"Jadi tidak boleh lagi DPR dan pemerintah sembarangan membuat UU. Itu enggak bisa lagi, karena mekanisme kontrol konstitusional melalui peradilan uji formil ini," ujar Jimly dalam sebuah webinar, Rabu (1/12/2021).

Jimly mengatakan putusan MK terkait UU Cipta Kerja tersebut sekaligus menegaskan bawah uji formil terhadap suatu undang-undang jauh lebih strategis. Ia berharap putusan MK dapat menjadi referensi bagi pemerintah dan DPR dalam menyusun UU.

"Mudah-mudahan ini jadi referensi untuk menilai kinerja pembentukan hukum di masa depan. Ini saya kira catatan-catatan yang sangat penting," katanya.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu menjelaskan secara umum putusan uji formil, jika diterima seluruhnya, membuat sebuah UU tak berlaku. Namun, karena MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, maka UU ini masih tetap berlaku.

"Jadi dia masih berlaku selama dua tahun. Kalau dalam dua tahun tidak diperbaiki, maka seluruh UU, pasal yang sudah tidak diberlakukan lagi dengan UU Cipta Kerja itu kembali akan hidup. Maka tenggat waktu dua tahun ini jadi penentu," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Jimly juga meminta DPR maupun pemerintah memecah UU Cipta Kerja menjadi beberapa klaster. Menurutnya, UU yang terdiri dari sejumlah klaster itu terlalu tebal.

"Apa enggak bisa jadi 11 UU, atau disederhanakan jadi 5 UU? Karena kalau objektif, ini terlalu tebal," ujarnya.

Jimly mengaku menjadi salah satu orang yang mengusulkan omnibus law ke pemerintah sejak 10 tahun lalu. Usulan penggunaan metode omnibus law itu bertujuan untuk penataan hukum, bukan sekedar untuk kepentingan bisnis.

"Sebenarnya ini ide untuk penataan hukum, bukan hanya untuk bisnis, ease of doing business. Sebaiknya, pada tahap-tahap awal ini jangan terlalu tebal dulu," katanya.

Dengan ketebalan UU Cipta Kerja, Jimly juga menyoroti proses pembentukan aturan ini hanya dalam waktu kurang lebih 100 hari. Terlebih pembahasan dilakukan selama pandemi Covid-19.

"Sehingga betul-betul ini bikin masalah. Oleh karena itu, baik ini untuk dievaluasi dalam rangka perubahan UU Cipta Kerja dalam dua tahun ini, bukan hanya formalitas proseduralnya diperbaiki, tapi boleh jadi juga konten, materinya, klaster-klasternya bisa direevaluasi lagi," ujarnya.

Sebelumnya, MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional jika tidak diperbaiki dalam dua tahun. Namun, payung hukum sapu jagat tersebut dinyatakan tetap berlaku selama masa perbaikan dilakukan.

Presiden Joko Widodo berjanji akan segera melaksanakan putusan MK soal perbaikan UU Cipta Kerja tersebut. Jokowi pun memastikan UU tersebut masih tetap berlaku. Ia menjamin kucuran investasi yang sudah masuk ke Indonesia tetap aman.

"Pemerintah menghormati dan segera melaksanakan putusan mahkamah konstitusi, MK, Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Saya telah memerintahkan kepada para Menko dan para menteri terkait untuk segera menindaklanjuti putusan MK itu secepat-cepatnya," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (29/11/2021).

Sementara, Ketua DPR Puan Maharani akan mengupayakan perbaikan UU Cipta Kerja lewat Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. Ia tak ingin perbaikan UU tersebut melebihi batas waktu yang diputuskan MK agar tidak menjadi inkonstitusional secara permanen.

"[Kami] akan mengupayakan hal tersebut akan masuk Prolegnas Prioritas Tahun 2022," kata Puan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/11/2021).

Sumber: CNNIndonesia.com
Editor: Jandri





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved