Sabtu, 27 April 2024
Polsek Tambang Tangkap Pelaku Narkoba di Depan SPBU Rimbo Panjang | Mantan Bupati Inhil Indra Muchlis Adnan Meninggal Dunia, Pj Gubri Sampaikan Ucapan Duka | Kapolda Riau M Iqbal: Jangan Ada Lagi Diksi Kampung Narkoba di Pekanbaru, Sikat Habis! | Peringatan 78 Tahun TNI AU Masyarakat Riau akan Disuguhi Aneka Atraksi di Lanud Roesmin Nurjadin | SULUHRIAU, Pekanbaru – Ribuan pendaftar calon anggota Polri dari 12 kabupaten/kota memenyhi halama | Sumringahnya Timnas Indonesia di Piala Asia U-23 2024 setelah Kalahka Korsel Melalui Adu Penalti
 
Pendidikan
Syarat Dibukanya Kembali Pesantren di Tanah Air

Pendidikan - - Jumat, 19/06/2020 - 13:08:04 WIB

SULUHRIAU- Ada empat ketentuan utama dibukanya kembali pesantren dan lembaga pendidikan agama.

SULUHRIAU- Kementerian Agama menerbitkan panduan pembelajaran bagi pesantren dan pendidikan keagamaan.

Menag Fachrul Razi mengatakan, panduan tersebut menjadi bagian tidak terpisahkan dari surat keputusan bersama Mendikbud, Menag, Menkes, dan Mendagri.

Menurutnya, panduan ini meliputi pendidikan keagamaan tidak berasrama, serta pesantren dan pendidikan keagamaan berasrama. 

"Untuk pendidikan keagamaan yang tidak berasrama, berlaku ketentuan yang ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, baik pada jenjang pendidikan dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi,” tegas Menag Fachrul Razi dalam kesempatan telekonferensi di Gedung DPR Jakarta, Kamis (18/6/2020) kemarin.

Pendidikan keagamaan tidak berasrama itu mencakup Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) dan Lembaga Pendidikan Alquran (LPQ), SD Teologi Kristen (SDTK), SMP Teologi Kristen (SMPTK), Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK), dan Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen (PTKK), Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK) dan Perguruan Tinggi Katolik (PTK).

Selanjutnya, Pendidikan Keagamaan Hindu, Lembaga Sekolah Minggu Buddha, Lembaga Dhammaseka, Lembaga Pabajja, serta Sekolah Tinggi Agama Khonghucu dan Sekolah Minggu Konghucu di Klenteng.

Menag menjelaskan, Pendidikan Keagamaan Islam yang berasrama adalah pesantren. Di dalamnya ada sejumlah satuan pendidikan, yaitu Pendidikan Diniyah Formal (PDF), Muadalah, Ma’had Aly, Pendidikan Kesetaraan pada Pesantren Salafiyah, Madrasah/Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Kajian Kitab Kuning (nonformal). Selain pesantren, ada juga MDT dan LPQ yang diselenggarakan secara berasrama. Hal sama berlaku juga di Kristen, ada SDTK, SMPTK, SMTK dan PTKK yang memberlakukan sistem asrama.

Untuk Katolik, ada SMAK dan PTK Katolik yang berasrama. Sedang Buddha, menyelenggarakan Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri (STABN) secara berasrama.

Menurut Fachrul, ada empat ketentuan utama yang berlaku dalam pembelajaran di masa pandemi, baik untuk pendidikan keagamaan berasrama maupun tidak berasrama.

Pertama, membentuk gugus tugas percepatan penanganan Covid-19.

Kedua memiliki fasilitas yang memenuhi protokol kesehatan.

Ketiga adalah menciptakan kondisi aman Covid-19, dibuktikan dengan surat keterangan dari gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 atau pemerintah daerah setempat. Terakhir, pimpinan, pengelola, pendidik, dan peserta didik dalam kondisi sehat, dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari fasilitas pelayanan kesehatan setempat.

“Keempat ketentuan ini harus dijadikan panduan bersama bagi pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan yang akan menggelar pembelajaran di masa pandemi,” kata Fachrul.

Fachrul mengakui saat ini ada sejumlah pesantren dan pendidikan keagamaan yang sudah menyelenggarakan pembelajaran tatap muka. Terkait hal ini, pimpinan pesantren dan pendidikan keagamaan harus berkoordinasi dengan gugus tugas daerah dan fasilitas pelayanan kesehatan atau dinas kesehatan setempat.

“Bila ada yang tidak sehat, agar segera mengambil langkah pengamanan sesuai petunjuk fasilitas pelayanan kesehatan atau dinas kesehatan setempat,” ujar Fachrul.

Koordinasi juga penting dilakukan dalam rangka memeriksa kondisi asrama. Pesantren dan pendidikan keagamaan yang sudah menyelenggarakan pembelajaran tatap muka juga harus menaati protokol kesehatan dengan sebaik-baiknya.

Untuk pesantren dan pendidikan keagamaan yang akan segera menyelenggarakan pembelajaran tatap muka, lanjut Fachrul, pimpinan pesantren dan pendidikan keagamaan juga berkoordinasi dengan gugus tugas daerah atau dinas kesehatan setempat. Koordinasi bertujuan memastikan bahwa asrama dan lingkungannya aman dari Covid-19 dan memenuhi standar protokol Kesehatan.

Prosedur berikutnya, pimpinan pesantren dan pendidikan keagamaan menginstruksikan kepada peserta didik untuk taat kepada protokol kesehatan sejak berangkat dari rumah. Untuk pesantren dan pendidikan keagamaan yang belum akan menyelenggarakan pembelajaran tatap muka di pesantren dan pendidikan keagamaan, lanjut Menag, pimpinan pesantren dan pendidikan keagamaan mengupayakan seoptimal mungkin untuk melaksanakan pembelajaran secara daring.

Pesantren memberi petunjuk kepada peserta didik yang ada di rumah untuk  menjaga kesehatan sebaik-baiknya dengan menaati semua protokol kesehatan. Berkoordinasi dengan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 daerah dan dinas kesehatan setempat untuk memastikan bahwa keadaan asrama memenuhi standar protokol kesehatan.

Jika pimpinan pesantren dan pendidikan keagamaan akan memulai pelaksanaan pembelajaran tatap muka, maka harus memenuhi ketentuan yang terkait penerapan protokol kesehatan.

Kemenag mengatur juga protokol kesehatan bagi pesantren dan pendidikan keagamaan pada masa pandemi Covid-19. Yaitu ketentuan protokol kesehatan yang berlaku pada pendidikan keagamaan yang tidak berasrama berlaku juga untuk pesantren dan pendidikan keagamaan yang berasrama.

Institusi harus membersihkan ruangan dan lingkungan secara berkala dengan desinfektan, khususnya handel pintu, saklar lampu, komputer dan papan tik, meja, lantai dan karpet masjid/rumah ibadah, lantai kamar/asrama, ruang belajar, dan fasilitas lain yang sering terpegang oleh tangan.

Institusi diminta menyediakan sarana CTPS (cuci tangan pakai sabun) dengan air mengalir di toilet, setiap kelas, ruang pengajar, pintu gerbang, setiap kamar/asrama, ruang makan dan tempat lain yang sering di akses. Bila tidak terdapat air, dapat menggunakan pembersih tangan (hand sanitizer).

Pesantren dan Pendidikan Keagamaan diharuskan memasang pesan kesehatan cara CTPS yang benar, cara mencegah penularan Covid-19, etika batuk/bersin, dan cara menggunakan masker di tempat strategis seperti di pintu masuk kelas, pintu gerbang, ruang pengelola, dapur, kantin, papan informasi masjid/rumah ibadah, sarana olahraga, tangga, dan tempat lain yang mudah di akses.

Kemudian, pesantren dan institusi harus membudayakan penggunaan masker, jaga jarak, CTPS, dan menerapkan etika batuk/bersin yang benar. Bagi yang tidak sehat atau memiliki riwayat berkunjung ke negara atau daerah terjangkit dalam 14 (empat belas) hari terakhir untuk segera melaporkan diri kepada pengelola pesantren dan pendidikan keagamaan.

Kemenag mengimbau agar menggunakan kitab suci dan buku/bahan ajar pribadi, serta menggunakan peralatan ibadah pribadi yang dicuci secara rutin. Penghuni pesantren atau asrama keagamaan juga harus menghindari penggunaan peralatan mandi dan handuk secara bergantian bagi lembaga pesantren dan pendidikan keagamaan yang berasrama.

Penghuni pesantren dan asrama diimbau melakukan aktivitas fisik, seperti senam setiap pagi, olahraga, dan kerja bakti secara berkala dengan tetap menjaga jarak, dan menganjurkan untuk mengonsumsi makanan yang sehat, aman, dan bergizi seimbang.

Penghuni diminta melakukan pemeriksaan kondisi kesehatan warga satuan pendidikan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) minggu dan mengamati kondisi umum secara berkala. Apabila suhu di atas 37,3 derajat celcius, maka tidak diizinkan untuk memasuki ruang kelas dan/atau ruang asrama, dan segera menghubungi petugas kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat.

Apabila disertai dengan gejala batuk, pilek, sakit tenggorokan, dan/atau sesak napas disarankan untuk segera menghubungi petugas kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat. Apabila ditemukan peningkatan jumlah dengan kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b segera melaporkan ke fasilitas pelayanan kesehatan atau dinas kesehatan setempat.

Lalu, pesantren dan pendidikan keagamaan harus. enyediakan ruang isolasi yang berada terpisah dengan kegiatan pembelajaran atau kegiatan lainnya. Institusi juga harus menyediakan sarana dan prasarana untuk ctps (cuci tangan dengan sabun) termasuk sabun dan pengering tangan (tisu) di berbagai lokasi strategis.

Kemudian, pesantren dan pendidikan keagamaan harus menyediakan makanan gizi seimbang yang dimasak sampai matang dan disajikan oleh penjamah makanan (juru masak dan penyaji) dengan menggunakan sarung tangan dan masker.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin beberapa waktu lalu mengatakan pesantren relatif lebih aman dibandingkan sekolah umum, dalam menerapkan kebijakan tatanan normal baru (new normal) ketika membuka kembali kegiatan belajar dan mengajar. Alasannya pesantren menerapkan sistem asrama.

"Di pesantren itu lebih aman daripada sekolah. Kalau sekolah itu kan (siswanya) bolak-balik, pulang ke rumah, pergi lagi ke sekolah, di jalan juga. Sementara kalau di pesantren itu, selama dari awal sudah ditata, sebenarnya jauh lebih aman daripada sekolah," kata Wapres Ma'ruf Amin.

Potensi penularan Covid-19 di pesantren lebih dapat dikendalikan karena siswa dan para tenaga pengajar tinggal di asrama, kata Ma'ruf. Sehingga, dia berharap pesantren bisa kembali menjalankan kegiatan belajar dan mengajar (KBM), dengan menerapkan aturan sesuai dengan protokol kesehatan.

"Sebelum santri masuk, pesantren sudah disterilkan dahulu. Kemudan santri yang akan masuk harus dites PCR (polymerase chain reaction) supaya aman. Supaya aman, mereka tidak boleh keluar dari pesantren, serta dibatasi orang dari luar untuk menjenguk," jelasnya.

Sejumlah pesantren mulai menerima kembali siswa dengan memberlakukan tes cepat atau rapid test terhadap para santri. Di Jawa Timur, Pemerintah Kabupaten Jember menyiapkan 50 ribu alat tes cepat untuk santri di lebih dari 600 pondok pesantren.

Pesantren di wilayah zona biru dan hijau Jawa Barat juga akan mulai diizinkan beroperasi kembali dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat (Jabar). Gubernur Ridwan Kamil memaparkan, pesantren diizinkan untuk beroperasi terlebih dahulu dari sekolah umum, mengingat kurikulum yang digunakan pesantren tidak sama dengan sekolah umum.

Selain itu, mayoritas pesantren dimiliki atas nama pribadi, sehingga kebijakan kurikulum yang digunakan masing-masing pesantren pun berbeda. Dengan demikian, tidak akan terjadi kejomplangan kualitas pendidikan antar pesantren.

“Kalau pesantren itu rata-rata dimiliki oleh pribadi, kurikulumnya juga tidak sama. Jadi pesantren boleh (dibuka) karena kurikulumnya berbeda, start dan finish-nya beda, maka boleh dibuka duluan dengan catatan kesehatan di zona hijau dan biru dan protokol kesehatan,” ujar Kang Emil.

“Kalau sekolah umum belum dulu. SD, SMP, SMA itu gerakannya harus satu irama, karena dimiliki oleh negara dan kurikulumnya diatur oleh negara. Pak Kemendikbud sudah mengumumkan bahwa sekolah boleh dibuka di zona hijau. Per hari ini 27 kota/kabupaten di Jawa Barat belum ada (zona hijau),” katanya.

IDI mengeluarkan syarat-syarat yang harus dipenuhi apabila pesantren ingin dibuka.


Sumber: republika.co.id
Editor: Jandri







 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved