Jum'at, 29 Maret 2024
Menguak Misteri Lailatul Qadar | Safari Ramadhan, Komut Beri Apresiasi Kinerja PLN Icon Plus SBU Sumbagteng | 303 Akademisi Ajukan Amicus Curiae, Minta MK Adil di Sengketa Pilpres | Nekat Bobol Warung, Seorang Remaja Tertangkap Warga dan Diserahkan ke Polsek Siak Hulu | Koramil 02 Rambah Kodim 0313/KPR Rohul Berbagi Takjil pada Masyarakat | Tak Patut Ditiru, Viral Video Pungli Trotoar untuk Hindari Kemacetan
 
Hukrim
Tuntutan Penyiram Novel, Refly Harun: Menghina Akal Publik

Hukrim - - Senin, 15/06/2020 - 10:15:54 WIB

SULUHRIAU -- Sejumlah tokoh menyambangi kediaman Novel Baswedan di Kelapa Gading Jakarta Utara, Ahad. Mereka yang datang yakni mantan komisoner KPK Bambang Widjojanto, pakar hukum Refly Harun, Said Didu dan Rocky Gerung. Kedatangan sejumlah tokoh untuk menyampaikan empati dan dukungan secara moril.

Salah satu tokoh yang hadir Refly Harun menilai  tuntutan Jaksa terhadap dua pelaku penyiraman Novel amatlah ringan. Hal tersebut lantaran keduanya memiliki niat untuk membahayakan seseorang. Terlebih korban yang diserang merupakan petugas yang melakukan pemberantasan korupsi dan itu merupakan amanah reformasi.

"Kenapa dituntut 1 tahun padahal niat itu ada dan alat yang digunakan berbahaya. Dan akibat ditimbulkan juga ada kebutaan kemudian dilakukan oleh petugas dan ada kaitannya jabatan pak Novel sebagai penyidik KPK. Empat unsur itu sudah dipenuhi kok tuntutanya 1 tahun,ini seperti menghina akal publik," ujarnya.

Secara terpisah pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) meminta agar Presiden Joko Widodo, mengevaluasi secara menyeluruh aparat Kepolisian dan Kejaksaan, serta penanganan dan proses hukum Kasus penyiraman Air Keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Evaluasi dilakukan baik dari penyelidikan hingga penuntutan.

Sekretaris Badan Pengurus Nasional PBHI Julius Ibrani menegaskan evaluasi harus dilakukan lantaran proses hukum terhadap dua penyerang Novel sangatlah minus keadilan bagi korban. Mirisnya, proses hukum ini justru surplus bagi kepentingan pelaku dan mengancam pemberantasan korupsi ke depannya.

"Oleh karenanya kami juga meminta agar DPR menjadikan proses peradilan pada kasus Novel Baswedan sebagai momentum bagi perbaikan dalam sistem peradilan pidana yang lebih menjamin kepentingan keadilan bagi korban," ujar Sekretaris Badan Pengurus Nasional PBHI Julius Ibrani kepada Republika, Ahad (14/6/2020).

PBHI juga mendesak Majelis Hakim agar mengesampingkan tuntutan JPU. Hal tersebut, kata dia, engan mempertimbangkan fakta sebenarnya dengan memperhatikan dampak bagi korban dan nasib pemberantasan korupsi ke depan, untuk menjatuhkan hukuman yang maksimal.

Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette selaku dua orang terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan dituntut 1 tahun penjara. Jaksa menilai keduanya terbukti melakukan penganiayaan terencana yang mengakibatkan luka-luka berat.

Dalam tuntutan, kedua terdakwa atau para penyerang Novel tidak memenuhi unsur-unsur dakwaan primer soal penganiayaan berat dari Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Karena, para terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman air keras ke Novel Baswedan.

Tapi di luar dugaan ternyata mengenai mata Novel Baswedan yang menyebabkan mata kanan tidak berfungsi dan mata kiri hanya berfungsi 50 persen saja artinya cacat permanen sehingga unsur dakwaan primer tidak terpenuhi.

Sumber: republika.co.id
Editor: Jandri







 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved