Jum'at, 26 April 2024
Mantan Bupati Inhil Indra Muchlis Adnan Meninggal Dunia, Pj Gubri Sampaikan Ucapan Duka | Kapolda Riau M Iqbal: Jangan Ada Lagi Diksi Kampung Narkoba di Pekanbaru, Sikat Habis! | Peringatan 78 Tahun TNI AU Masyarakat Riau akan Disuguhi Aneka Atraksi di Lanud Roesmin Nurjadin | SULUHRIAU, Pekanbaru – Ribuan pendaftar calon anggota Polri dari 12 kabupaten/kota memenyhi halama | Sumringahnya Timnas Indonesia di Piala Asia U-23 2024 setelah Kalahka Korsel Melalui Adu Penalti | Polisi Gerebek Bandar Narkoba Kampung Dalam, Ada yang Mencebur ke Sungai dan Satu Orang Diamankan
 
Sosial Budaya
PDIP Lawan KPK, Sebut Penangkapan Wahyu Setiawan Bukan OTT

Sosial Budaya - - Kamis, 16/01/2020 - 21:23:59 WIB

SULUHRIAU â€“ Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) membentuk tim kuasa hukum untuk melawan penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi yang melibatkan komisioner KPU non-aktif Wahyu Setiawan dan politisi PDIP Harun Masiku.

Tim hukum ini dibentuk lantaran menurut PDIP, upaya penggeledahan kantor partai itu menyalahi UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK. Sebab keinginan menggeledah tidak disertai prosedur yang diatur dalam undang-undang itu, yakni melalui izin Dewan Pengawas.

Pembentukan tim hukum ini diumumkan langsung oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Ikut juga Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di kantor PDIP pada Rabu, 15 Januari 2020.

Tim hukum PDIP menyebut, penangkapan Wahyu Setiawan tidak dapat dikategorikan sebagai operasi tangkap tangan. PDIP akan melakukan langkah hukum setelah melakukan kajian terhadap kasus yang diduga menyeret nama Hasto Kristiyanto ini.

"Bahwa penangkapan Wahyu Setiawan dan kawan-kawan, selaku penyelenggara negara, tidaklah dapat dikategori sebagai operasi tangkap tangan. Karena menurut hemat kami, tidak sesuai dengan definisi tertangkap tangan pada Pasal 1 KUHAP," kata Tim Kuasa Hukum PDIP, Teguh Samudera.

Sementara Yasonna melalui pesan singkatnya, mengatakan bahwa dia hadir dalam kapasitas sebagai Ketua DPP PDI Perjuangan.

"Saya di sana bukan sebagai Menkumham. Saya sebagai Ketua DPP bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan (DPP PDIP)," kata Yasonna dilansir VIVA.co.id

Setelah pengumuman ini, tim kuasa hukum PDIP mendatangai kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) di kawasan Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis 16 Januari 2020.

Tidak ada keterangan resmi terkait pertemuan ini. Tapi Menurut tim hukum PDIP I Wayan Sudarta, pertemuan untuk melakukan diskusi.

Sementara itu, Dewan Kerhormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menggelar sidang kode etik dan mendengarkan keterangan dari KPU, Bawaslu dan juga tersangka Wahyu Setiawan. Sidang digelar di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Sidang digelar karena Wahtu Setiawan jadi tersangka dalam kasus suap pergantian antar waktu anggota legislatif dari PDIP. Dia dianggap melanggar kode etik penyelenggara pemilu.

KPK: Baca Secara utuh Kepres No 112/P/2019

Sementara itu, KPK menjawab perihal surat perintah penyelidikan (sprinlidik) OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang dipersoalkan tim hukum DPP PDIP karena ditandatangani saat proses peralihan pimpinan KPK dari Agus Rahardjo ke Firli Bahuri.

KPK meminta tim hukum PDIP membaca secara utuh Keputusan Presiden Nomor 112/P/2019.

"Saya tahu bahwa Pak Maqdir orang yang paham betul tentang hukum. Kami sangat menyayangkan karena tidak membaca secara utuh Keppres 112/P 2019 tersebut," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (16/1/2020).

Ali menjelaskan, dalam Kepres tertanggal 21 Oktober 2019 itu, disebutkan pimpinan KPK berhenti setelah pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan. Pelantikan dan sumpah jabatan dilakukan pada 20 Desember 2019 sore.

"Bahwa betul Keppres itu tanggal 21 Oktober 2019, namun sangat jelas di diktum yang ketiga itu, di sana pada prinsipnya dinyatakan bahwa berhentinya atau selesainya begitu ya pimpinan KPK yang lama itu adalah sejak kemudian ada pelantikan ataupun adanya pengambilan sumpah jabatan dari pimpinan KPK yang baru, dalam hal ini adalah Pak Firli dkk. Yang dilakukan pada tanggal 20 Desember 2019 pada sekitar sore hari," jelas Ali.

Selain itu, KPK mempertanyakan keaslian sprinlidik tersebut. Sebab, Ali mengatakan KPK tidak memberikan sprinlidik kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan langsung dengan perkara tersebut.

"Tentang keasliannya juga kami tidak masuk ke sana. Apakah itu asli atau palsu. Karena yang jelas bahwa kami dari KPK tidak pernah memberikan surat perintah penyelidikan kepada pihak mana pun selain pihak-pihak yang berkepentingan langsung dengan perkara," ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, salah satu anggota tim hukum DPP PDIP, Maqdir Ismail, mempersoalkan sprinlidik terkait OTT Wahyu Setiawan. Dia menyinggung proses pergantian pimpinan KPK dari Agus Rahardjo dkk ke Firli Bahuri cs.

"Sprinlidik tanggal 20 Desember itu ada yang harus kita perhatikan secara baik adalah bahwa keppres pemberhentian pimpinan KPK lama itu diteken pada 21 Oktober 2019," kata Maqdir di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2020).

"Sementara dalam keppres itu juga dikatakan pengangkatan terhadap pimpinan baru akan dilakukan pada tanggal 20 Desember," imbuh dia.

Pimpinan KPK lama, menurut Maqdir, diberhentikan pada 21 Oktober 2019. Dia menilai pimpinan KPK lama tidak mempunyai kewenangan melakukan hal-hal yang terkait penindakan.

"Artinya apa? Ketika 21 Oktober mereka diberhentikan dengan hormat sampai tanggal 20 Desember sebelum pimpinan baru disumpah, pimpinan KPK itu tidak diberi kewenangan secara hukum untuk melakukan tindakan-tindakan apa yang selama ini jadi kewenangan mereka," jelas dia.

Dalam kasus ini, KPK mengamankan komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam operasi tangkap tangan (OTT). Dia kemudian ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yakni Agustiani Tio Fridelina sebagai orang kepercayaan Wahyu Setiawan sekaligus mantan anggota Badan Pengawas Pemilu, Harun Masiku sebagai calon anggota legislatif (caleg) dari PDIP, serta Saeful sebagai swasta.

Wahyu Setiawan diduga menerima duit Rp 600 juta terkait upaya memuluskan permintaan Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR PAW. Duit suap ini diminta Wahyu Setiawan dikelola Agustiani Tio Fridelina.

Sumber: viva.co.id, detik.com
Editor: Jandri





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved