Senin, 06 Mei 2024
Bawaslu Riau Serahkan Berkas Keterangan dan Alat Bukti ke MK untuk Hadapi Sidang PHPU | Jadi Narasumber Seminar Jihad di Malaysia, Rektor Umri Sampaikan Jihad Menghadapi Perang Pemikiran | Warnai Pilgubri 2024, Abdul Wahid Mendaftar ke PDIP | Gelar Silaturahmi, M Yasir: Pj Walikota Sangat Support KONI Pekanbaru | Truk Angkut Kayu Alami Patah As, Lalin Jl HR Soebrantas Sempat Macet Panjang | Cabuli Anak di Bawah Umur, Pria Berambut Pirang Diringkus Polsek Siak Hulu
 
Ekbis
Penyebab Banyaknya Bos BUMN Korupsi dan Bikin Rini Kecawa

Ekbis - - Minggu, 06/10/2019 - 14:17:46 WIB

SULUHRIAU- Beberapa jajaran direksi perusahaan pelat merah terbukti melakukan tindak korupsi dan telah tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tindakan itu pun menyisakan rasa kecewa bagi Menteri BUMN Rini Soemarno.

Meski Rini menyebut bahwa tindak korupsi merupakan ulah dari masing-masing individu yang melakukannya. Hanya saja sebagian kalangan mengatakan bahwa penyebab utamanya adalah sistem pengawasan Kementerian BUMN yang lemah.

Sebab, kejadian korupsi dan penangkapan bos BUMN berulang-ulang terus. Bahkan, yang teranyar dalam sepekan ada dua bos perusahaan pelat merah yang terciduk lembaga antirasuah nasional.

1. Sistem Pengawasan Lemah

Banyaknya bos BUMN yang tertangkap tangan oleh lembaga antirasuah nasional disebut karena ada kesalahan pada sistem pengawasan yang diterapkan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno sebagai pemegang saham mayoritas.

"Kasus korupsi di Indonesia tidak hanya di BUMN tapi juga di pemerintahan, legislatif, kalau satu dua kan orang individunya, tapi kalau sering dan terus berulang ya berarti ada kelemahan di dalam sistem," kata Enny Sri Hartati, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) saat dihubungi detikcom, Jakarta, Sabtu (5/10/2019).

Enny mengungkapkan sistem pengawasan yang ketat diterapkan Kementerian BUMN hanya berjalan pada level staf hingga manajer saja. Sedangkan level jajaran direksi dan komisaris tidak berjalan dengan ketat.

Padahal, level direksi dan komisaris di perusahaan pelat merah kental dengan lobi-lobi dan intervensi politik yang mana bisa menjadi celah untuk melakukan tindakan korupsi.

Agar kejadian tindak korupsi tidak lagi terjadi ke depannya, Enny menyarankan agar Kementerian BUMN membangun sistem rekrutmen SDM yang lebih baik dari level bawah hingga atas.

2. Sebab Musabab

Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah mengatakan tindak korupsi yang dilakukan para direksi BUMN bisa dikelompokkan menjadi dua. Pertama si penerima suap dan kedua si penyuap.

"Kita tentunya prihatin dengan banyaknya direksi yang terkena kasus korupsi. Kita berharap ke depan tidak ada lagi kejadian serupa," kata Piter saat dihubungi detikcom, Jakarta, Sabtu (5/10/2019).

Piter mengatakan, dua kelompok tindak korupsi yang menimpa beberapa jajaran direksi BUMN dikarenakan karena percepatan sebuah proyek. Kelompok pertama, menerima suap dari sebuah proyek dengan tujuan memperkaya diri. Sedangkan kelompok kedua, dikatakan Piter merupakan para pelaku korupsi demi memperlancar proyek yang sedang dikerjakan.

Menurut Piter, Rini Soemarno sebagai bos dari ratusan perusahaan pelat merah bisa mengevaluasi banyaknya bos BUMN yang terbukti memberikan suap demi melancarkan proyek. Apalagi, kebanyakan tindak korupsi menimpa direksi BUMN yang memiliki prestasi apik.

Harus diingat, lanjut Piter, masih adanya sistem koruptif di tengah kinerja BUMN mau tidak mau membuat individu yang berintegritas tinggi pun pada akhirnya terjerat.

3. Seremonial Pakta Integritas

Pengamat kebijakan publik dari Visi Integritas, Emerson Yuntho menilai fenomena pejabat BUMN yang ditangkap oleh KPK menarik untuk dicermati. Meski Kementerian maupun KPK sudah melahirkan banyak program pencegahan korupsi, namun faktanya praktik korupsi di BUMN masih terjadi silih berganti.

"Salah satu penyebab masih munculnya korupsi di BUMN karena tidak berjalannya sistem pengawasan atau pengendalian internal di BUMN itu sendiri. Padahal keberadaan pengendalian internal ini penting agar pimpinan BUMN tidak membuat kebijakan atau keputusan yang melanggar hukum maupun mengarah pada tindakan korupsi," ujar Emerson kepada detikcom, Sabtu (4/10/2019).

Menurut Emerson tidak berjalannya fungsi pengawasan internal juga akibat banyaknya posisi pengawas di BUMN khususnya komisaris yang rangkap jabatan instansi lain atau tidak berasal dari kalangan profesional. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pemilihan komisaris BUMN saat ini masih diwarnai kepentingan politik dan seringkali mengabaikan kompetensi terkait bidang usaha dari BUMN yang akan ditempati.

Pada sisi lain komitmen antikorupsi maupun integritas pada level pimpinan atau direksi BUMN juga banyak bermasalah. Demi memperkaya diri atau mempertahankan jabatan, tidak sedikit pejabat atau direksi di BUMN yang nekat melakukan praktik korupsi.

"Dengan ditempati oleh direksi yang bermasalah secara integritas maka inisiatif program antikorupsi, bahkan pakta integritas yang ditandatangani oleh BUMN seringkali menjadi sia-sia atau hanya sekedar seremonial belaka," tutur mantan pegiat ICW itu.

Editor: Jandri
Sumber: detik.com







 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved