Senin, 06 Mei 2024
Bawaslu Riau Serahkan Berkas Keterangan dan Alat Bukti ke MK untuk Hadapi Sidang PHPU | Jadi Narasumber Seminar Jihad di Malaysia, Rektor Umri Sampaikan Jihad Menghadapi Perang Pemikiran | Warnai Pilgubri 2024, Abdul Wahid Mendaftar ke PDIP | Gelar Silaturahmi, M Yasir: Pj Walikota Sangat Support KONI Pekanbaru | Truk Angkut Kayu Alami Patah As, Lalin Jl HR Soebrantas Sempat Macet Panjang | Cabuli Anak di Bawah Umur, Pria Berambut Pirang Diringkus Polsek Siak Hulu
 
Internasional
30 Desember 2006
Kematian Saddam Hussein, Tumbangnya Simbol Pan-Arabisme [2]

Internasional - - Sabtu, 30/12/2017 - 14:07:59 WIB

SULUHRIAU-.... Singkatnya, Sadam Hussein kemudian naik menjadi presiden Irak pada 16 Juli 1979. Tujuan utamanya menjadi presiden Irak juga karena ingin menggantikan peran Mesir sebagai pemimpin dunia Arab yang menonjol di bawah kepemimpinan Gamal Abel Nasser. Selain itu, Saddam berkeinginan memperluas kekuasaan Irak sampai Teluk Persia. Pan Arabisme mulai menjelma menjadi ajang unjuk dominasi dan kekuatan di antara para tokoh-tokoh penerusnya.

Saddam melancarkan invasi ke sebuah ladang minyak di Iran pada September 1980 sebagai langkah awal untuk mewujudkan ambisinya. Perang ini tak berhasil. Kedua negara memutuskan gencatan senjata di tahun 1988. Sementara itu, Saddam terus membangun sektor militer Irak meski utang luar negeri sudah membengkak.

Berikutnya, giliran Kuwait menjadi incaran. Saddam menginginkan minyak dari Kuwait untuk memperkuat perekonomian negaranya. Pada Agustus 1990, Irak resmi menginvasi Kuwait. Dunia internasional, atas pengaruh Amerika Serikat, kemudian mengembargo perdagangan dengan Irak. Kecaman datang dari berbagai penjuru untuk segera menarik pasukan dari Kuwait.

Langkah Irak ini kemudian memicu Perang Teluk Persia (biasa disebut "Perang Teluk"). Pada 16 Januari 1991, pasukan sekutu yang dipimpin Amerika Serikat melancarkan serangan ke Irak untuk mengakhiri pendudukan Irak atas Kuwait. Seperti dilansir CNN, ada 39 negara yang bergabung dalam aliansi melawan Irak.

Baru pada 27 Februari 1991, Irak menarik pasukannya dari Kuwait. Sebelumnya, Irak digempur serangan darat oleh pasukan sekutu. Sejak itu, kekacaun demi kekacuan lebih sering mewarnai sepak terjang Saddam sebagai pemimpin negara.

Pemberontakan internal dari kalangan orang-orang Kurdi terjadi dan berhasil ditumpas dengan pertumpahan darah. Ribuan orang melarikan diri ke kamp-kamp pengungsi di sepanjang perbatasan utara negeri tersebut. Ribuan orang yang tak terhitung jumlahnya dibunuh, juga dikirim ke penjara.

Serangan teror 11 September 2001 di Amerika Serikat membawa babak baru terhadap wajah Irak dan kekuasaan Saddam Hussein. Ia dan negaranya mendapat tuduhan dari pemerintahan George W. Bush telah mendalangi aksi teror ini dengan memberi kelompok teroris senjata kimia.

Saddam sendiri mempersilahkan PBB untuk memeriksa negaranya pada November 2002. Penyidikan PBB tak membuat Amerika Serikat puas dan berujung pengumuman berakhirnya diplomasi, diikuti langkah serupa oleh Inggris.

Tampaknya, ambisi Bush untuk menginvasi Irak sudah di puncak ubun-ubun: dia memaksakan tuduhan kepemilikian senjata pemusnah massal kepada Irak. Seperti dilansir The New York Times, Gedung Putih dan Badan Intelijen Pusat menolak memberikan satu halaman ringkasan intelijen kepada Sekretariat Senat sebelum berperang ke Irak.

Baca juga: Bukan Perang yang Membunuh Anak-Anak, Tapi Kita Orang Dewasa

George W. Bush dengan berani mengeluarkan ultimatum kepada Saddam pada 17 Maret 2003 untuk turun dari jabatan presiden dan meninggalkan Irak dalam waktu 48 jam. Bila tidak, ia harus siap menghadapi perang dengan AS. Bilapun Saddam meninggalkan Irak, pasukan AS tetap mencari senjata pemusnah massal itu dan memimpin masa transisi.

Tapi, Saddam yang punya pengaruh kuat di Irak jelas menolak didikte Barat. Pasukan AS kemudian benar-benar menginvasi Irak pada 20 Maret 2003.

Sejak awal serangan pembuka, AS sudah menargetkan nyawa Saddam. Serangan udara AS di sebuah komplek bunker tempat Saddam bertemu dengan bawahannya masih gagal untuk membunuh pemimpin Irak itu.

Sementara itu, Saddam mengumumkan kepada warga Irak agar menyerahkan hidupnya untuk berperang mengusir AS dan Inggris yang berkoalisi. Namun, perlawanan jelas tidak seimbang. Pada 9 April 2003, kota Baghdad akhirnya jatuh ke tangan AS dan kekuasaan Saddam ikut rontok.

Sejak itu, Saddam menjadi target utama penangkapan. Setelah serangkaian pelarian Saddam di sudut-sudut kota Irak, pada 13 Desember 2003 ia berhasil ditangkap di Tikrit. Kematiannya sudah makin dekat. Serangkaian tuduhan atas kejahatan perang dan pelanggaran HAM masa lalu dilimpahkan di pengadilan. [habis]

Sumber: Tirto.id \ Editor: Jandri





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved