Jum'at, 26 April 2024
Sumringahnya Timnas Indonesia di Piala Asia U-23 2024 setelah Kalahka Korsel Melalui Adu Penalti | Polisi Gerebek Bandar Narkoba Kampung Dalam, Ada yang Mencebur ke Sungai dan Satu Orang Diamankan | Ketua LPTQ: Pekanbaru Berpeluang Besar Raih Juara Umum di MTQ ke-42 Tingkat Provinsi Riau | Tak Kantongi Izin, Disperindag Pekanbaru Segel Dua Gudang di Komplek Pergudangan Avian | laku Pencabul Bocah Hingga Hamil dan Melahirkan Ditangkap Polsek Siak Hulu | Lagi, Satnarkoba Polres Kampar Tangkap Pelaku Narkoba di Kebun Sawit Desa Kualu
 
Internasional
30 Desember 2006
Kematian Saddam Hussein, Tumbangnya Simbol Pan-Arabisme

Internasional - - Sabtu, 30/12/2017 - 13:59:43 WIB

SULUHRIAU- Pada Senin (4/12/2017) lalu, potongan video yang memperlihatkan mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh dengan luka di kepala dan dikelilingi milisi Houthi menjadi viral. Kabar kematiannya kemudian dikonfirmasi oleh Kongres Rakyat Umum. Ia tewas dalam bentrokan sengit dengan milis Houthi di ibukota Sanaa.

Di hari yang sama ketika tersiar kabar kematiannya, pada Senin pagi Ali Abdullah Saleh memang mengumumkan pembubaran aliansinya dengan milis Houthi. “Saat yang menentukan untuk datang ke medan perang di Sanaa [...] Negara ini harus diselamatkan dari kegilaan kelompok Houthi,” kata Saleh dilansir Al Arabiya.

Kematian Saleh yang kemudian videonya viral bukanlah yang pertama. Terhitung, Saleh adalah pemimpin ketiga di dunia Arab yang mengalami kematian mengerikan, didokumentasikan dan jadi momen bersejarah.

Nasib serupa sebelumnya dialami Presiden Libya Muammar Qaddafi. Di usianya yang ke-69, ia tewas di kampung halamannya, Sirte, pada 20 Oktober 2011 lalu. Video kematiannya tersebar di media sosial. Tampak orang-orang bersenjata menyeret tubuh Qaddafi keluar dari pipa saluran pembuangan tempatnya bersembunyi.

Mundur lagi, tepat sebelas tahun silam, Saddam Hussein menjadi pemimpin Arab pertama yang video eksekusi kematiannya tersebar, bahkan bisa disaksikan sampai detik ini. Dalam potongan video eksekusi itu, ia tampak dikelilingi para pria bertopeng dan berdialog sebelum akhirnya sebuah tali dilingkarkan di lehernya dan eksekusi dimulai tak lama setelah itu.

Sejak Saddam naik ke tampuk kepemimpinan Irak pada 16 Juli 1979 dan menerapkan Pan-Arabisme di tanah Irak sebagai pilar identitas bangsa dan ambisi internasional, konsekuensi penyingkiran berdarah harus dihadapi etnis lain yang bermukim di Irak. Ia disorot tajam oleh dunia internasional karena kebijakannya itu.

Di desa Al-Awja dekat kota Tikrit, Saddam Hussein Abd al-Majid al-Tikriti lahir pada 28 April 1937 dalam lingkungan keluarga petani. Desa itu tergolong salah satu daerah termiskin di Irak.

Menurut Jerrold M. Post dalam Leaders and Their Followers in a Dangerous World: The Psychology of Political Behavior (2004),ayah Saddam meninggal saat ia masih dalam kandungan. Kemudian, kakaknya yang berusia 12 tahun juga meninggal dunia. Baik ayah dan kakaknya kemungkinan menderita penyakit kanker.

Ibunya, Sabha, pernah depresi melihat kematian anak dan suaminya ini dan terlintas untuk bunuh diri. Beruntung, ada sebuah keluarga Yahudi menyelamatkan Sabha dan berhasil melahirkan Saddam. Termasuk ketika Sabha berniat menggugurkan kandungan dan berhasil dicegah oleh dermawan Yahudi itu.

Lantaran ibunya mengalami depresi, sang paman, Khayrallah Talfah Msallat, mengambil alih pengasuhan bayi Saddam Hussein. Tiga tahun kemudian, Saddam baru bisa bertemu kembali dengan ibunya.

Tapi, ada sosok asing yang hadir. Ibunya menikah lagi dengan pria bernama Hajj Ibrahim Hasan. Ayah tirinya itu membenci Saddam. Di masa mudanya, Saddam kerap mendapat kekerasan fisik dan psikologis dari Ibrahim. Bisa dibilang, pembentukan karakter Saddam dimulai dari perlakuan ini.

Suasana politik juga turut membentuk karakter kontroversial Saddam. Saat itu, Kerajaan Irak berseteru dengan Britania Raya. Tuntutan kemerdekaan menjadi agenda yang diusung. Meski pada 1932 Kerajaan Irak mendapat kemerdekaan, proses transisi revolusi nasional yang berdarah terus bergulir sampai penggulingan pemerintahan monarki pada 1958 dan berganti menjadi Republik Irak.

Pamannya adalah veteran perang Anglo-Irak 1941 yang banyak menceritakan soal heroisme dan kepahlawanan. Mimpi-mimpi soal kemuliaan, kemenangan, dan kejayaan mengendap di benak Saddam. Terlebih, gerakan nasionalis Arab atau Pan Arabisme yang mengusung kesatuan budaya dan politik negara-negara Arab sedang mekar-mekarnya.

Disebutkan bahwa Saddam bahkan mengumpamakan dirinya sebagai Raja Nebukadnezar dari Babilonia yang pernah menaklukkan Yerusalem pada 586 SM. Kadang-kadang, ia juga mengidentifikasi diri dengan Saladin yang berhasil merebut Yerusalem dari tangan Tentara Salib pada 1187.

Pan Arabisme sendiri ditandai banyaknya kelahiran negara-negara merdeka. Tidak hanya dari cengkeraman imperialis Barat, tapi juga dari kekuasaan Kekhalifahan Utsmani ketika meletus Revolusi Arab pada 1916. Gerakan ini terus merebak sampai pendirian Liga Arab tahun 1945, dan berlanjut di era tokoh-tokoh nasionalis Arab seperti Saddam, Hafiz al-Assad dari Suriah, dan Muammar Qaddafi dari Libya.

Menurut Encyclopaedia Britannica, Saddam mulai terjun ke dunia politik saat bergabung dengan Partai Ba’ath pada tahun 1957. Ba’ath sendiri adalah kendaraan politik dari cita-cita Pan-Arabisme yang punya cabang di beberapa negara Arab, termasuk Irak.

Pernah suatu ketika pada 1959, ia terlibat dalam usaha para Ba’atis (pendukung Partai Ba'ath) membunuh Wakil Perdana Menteri Irak Abd al-Karim Qasim. Dalam peristiwa itu, Saddam terluka dan melarikan diri ke Suriah kemudian ke Mesir. Partai Ba’ath makin besar pengaruhnya termasuk berperan dalam kudeta 17 juli 1968. [bersambung)

Sumber: Tirto.id \ Editor: Jandri







 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved