Rabu, 24 April 2024
Cabang Fahmil Qur’an Putri Kota Pekanbaru Sabet Juara Pertama di MTQ ke 42 Tingkat Provinsi Riau | Polsek Tapung Hilir Tangkap Pelaku Narkoba beserta Sejumlah Barang Bukti di Desa Kota Garo | KPU Atur Jumlah Pemilih Maksimal 600 Orang per TPS di Pilkada 2024 | Bawaslu Dumai Buka Pendaftaran Calon Anggota Panwaslu Kecamatan | Bawaslu Riau Lakukan Evaluasi dan Rekrutmen Panwascam untuk Pilkada 2024, Ini Jadwalnya | Membanggakan, Aurellie Anak Asal Pekanbaru Harumkan Indonesia di Kompetisi Sanremo Junior di Italy
 
Religi
Takwa dari Puasa tak Diberi, Melainkan Dicari

Religi - - Minggu, 04/06/2017 - 12:31:16 WIB

SULUHRIAU- Sesuai Kitab Suci Alquran surat Al-Baqarah ayat 183, tujuan puasa adalah membentuk manusia bertakwa. Namun, ketakwaan tersebut bukan pemberian, tapi hasil usaha.

Dalam tausiyah jelang tarawih di Mushalla Ukhwatun Putri Tuju, Panam pada malam ke 7 Ramadhan, Ustadz Benful Jamal mengatakan, bila menelaah Al-Baqarah ayat 183 ayat, Allah memanggil orang-orang beriman dan mewajibkan berpuasa.

Puasa diwajibkan akan membawa dampak pada pelakunya yakni berhenti dari hal buruk agar menjadi manusia bertaqwa. ''Kata la-'alla dalam ayat ini berarti taqwa tidak diberi, tapi dicari,'' katanya.

Menurut Ibnu Hisyam dalam Siratun Nabi, ayat ini turun pada 10 Sya'ban pasa 2 Hijriyah. Pada tahun itu juga terjadi perang Badar sehingga saat itu Rasulullah dan para sahabat sedang berpuasa.

Kata qutiba dalam ayat tersebut punya makna lebih dalam dari sekadar diwajibkan, tapi kewajib pada umat Muhammad yang berpengaruh pada kehidupannya sehingga betul-betul bisa mencapai takwa. ''Dengan ayat itu, tanpa Allah wajibkan, harusnya kita mewajibkan diri kita berpuasa. Umat terdahulu pun seperti itu,'' kata Ustadz Mukhtar.

Masyarakat Mesir kuno, Yunani? dan Romawi punya juga waktu berpuasa karena puasa berdampak pada spiritulitas. Para penyembah bintang juga berpuasa wajib selama 30 hari dan puasa sunnah selama belasan sampai sekitar 20 hari.

Puasa juga bisa menggunakan istilah shaum. Tapi ayat ini menggunakan kata shiyam yang berarti berhenti. Dalam konteks Ramadhan maknanya adalah berhenti dari hal-hal buruk.

Bagi mereka yang sakit dan musafir lalu tidak berpuasa, maka wajib mengganti pada hari di luar Ramadhan. Pernah satu ketika Rasul bepergian bersama sahabat saat Ramadhan, sebagian mereka tidak berpuasa dan Rasul tidak mencela.

Kalau sakit, BOLEH tidak puasa kalau dengan puasa justru makin mengancam jiwa atau dengan puasa sakitnya jadi berkepanjangan. Bila kemudian mereka tidak sanggup mengganti puasanya di hari lain, mereka wajib membayar fidhiah. [jan,rol]





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved